4.01.2018

Do you think you loose your spark?

Yes

Why?

I start to behave like most people.

Like what?

Too busy at work, have a mortgage (that put preassure on me), worry about work and money, involve in drama, plan to settle down, etc, etc

Are you happy now?


...

10.22.2017

BREAKFAST VACATION

Waktu akarnya masih terlalu kuat, hingga belum bisa dibabat
Kumpulkan saja dulu tenaga
Minum vitamin kalau perlu
Tapi jangan minum obat kuat,
Efeknya cuma sesaat, nanti malah jadi ketergantungan
Padahal perjuangan dengan si akar
Mungkin tak terhitung hari - harinya


Last Friday, I drank my vitamin. I understand that what makes life can be so boring simply because I let it flows monotonously. Kalau cuma berharap sama liburan biar hari - hari terasa lebih adventurous kok berasa konyol (dan mahal) aja. So I decided to do something simple but different last Friday.

On weekdays, I usually have breakfast at my working desk in front of my laptop. Sometimes, I have it in the canteen or restaurant but still not far from the office. So, in the spirit of "doing a simple thing but I've never done it before", I decided to have breakfast in a place that I normally visit in weekend or holiday only. My office is at Sudirman and I also live nearby, but last Friday, I decided to have breakfast at Glodok, visiting one of my favourite place, Kopi es Tak Kie. I threw this idea to my bf. I thought he would give me that kind of "are you okay?" alias "situ sehat?" face :D Surprisingly, he said "let's do it". Btw, he lives in Bekasi, going to office at Thamrin and saying ok to have breakfast at Glodok. He's definitely crazier than me.



So, that morning I woke up earlier. Charge my mirrorless and get ready. By 6'ish am, I already arrived at the office :D I send email, check some works for a while and ready to go for my breakfast vacation. 

My lucky day, the traffic was good that day. By 7.20, we already arrived at Tak Kie. It was crowded but not like the weekends.  I ordered my super duper favourite chicken noodle (which was a little bit over cooked that day. Hehhee) and the ice coffee. I had breakfast not at my working table nor in front of the laptop. It felt nice, indeed :)

I left at 8. Already arrived at my desk around 9. Some of my colleagues event had not arrived yet at their desks (in my office, working hour start around 9). The work was not easy that day. A few things effect me emotionally. This job is really tough. The normal me maybe already feel upset or give a grumpy face to all people. But I manage to laugh (quite a lot) that day. Even it's combined with uneasy feeling that I shared with my close ones, but the days much more bearable than I think it can be. Maybe a good breakfast vacation I had that morning do something with my thought and feeling :) :) 


We create our own vitamin, to give us strength to kill the uneasy feeling. Even though the root might be still there, chills babe.. good things take time :) :)


7.15.2017

Hello Nepal! - part 1

Disclaimer. I have no intention to share bad things about certain airline. I just wrote this based on my experience.
Thamel Kathmandu
Due to last minute preparation, I don't have much time to google the 'most suitable' airline for my trip to Nepal. Hence, I just went to the cheapest one; Malindo Air. I got approximately IDR 4mio for return ticket. I thought it was a good bargain until what happened to me a few days ago changed my mind completely.

Jadi saya berangkat dari Jakarta hari Rabu pukul 13.10 (seharusnya). A few hours before the departure time, I got email informing that the flight rescheduled to 14.10. Ok, 1 hour delay is (a little bit acceptable) for a "cheap" ticket. But unfortunately, the delay keep going. No clear explanation from the ground officer and they just told the passengers to wait. What a nice thing to do, right? -__- Yang paling parah petugasnya malah bilang; "Next time jangan pilih Malindo, mba. Suka delay." Lah.. piye toh.. And after being delayed for 3hours (yes 3 hours), we finally boarded. Thanks, Malindo :(

I should be transit for 2 hours in KL and continued with flight to Kathmandu, Nepal. But since I was 3 hours late already, I actually have no idea what will happen next. But it was the airline's mistake, right? The next flight should be waiting for me. Yes right, the flight was waiting tapi besokannya -__-

The boarding gate should be H10 but when I arrived, nobody's there. There were 2 girls from Indonesia who also went to Kathmandu told me that the officer told them to go to immigration counter. Finally, we found out that no flight to Kathmandu. WHAT??!!

Immigration counter penuh sama orang yang protes. Ternyata bukan hanya dari penerbangan Jakarta menuju Kathmandu saja.  Dapat info dari penumpang yang sudah lebih dahulu ngantri kalau sebagian dari penumpang yang protes itu sudah ada yang menunggu sampai 2 hari tapi belum bisa berangkat ke tujuannya. Eh gimana???

Setelah pasang kuping sana sini akhirnya sampai juga giliran "ngobrol" sama petugas counter. Petugas malang yang cuma bisa terima omelan dari orang - orang itu akhirnya ngomel balik ke petugas airline lewat telfon. Intinya sih karena dari airline instruksinya ga jelas nih buat penumpang  yang lagi transit menuju Kathmandu. Akhirnya kita disuruh keluar imigrasi dulu alias disuruh nganti (LAGI) di counter complaintnya Malindo Air. Yang lagi transit buat ke Kathmandu dikumpulin disana dulu ceunah. Baiklah..mungkin sebentar lagi akan ada kejelasan. Well, eventually it's still a long way to go. Buat keluar imigrasi ternyata antriannya oh Jesus... Mulai laper, lelah, ngantuk dan ga ada kejelasan nasib. Sementara saya sudah terlanjur infoin jam kedatangan di Kathmandu ke yang jemput saya di airport sesuai jadwal awal. Mau infoin ke yang jemput kalau delay tapi ga tau delaynya ke jam berapa. Sementara batere hp sudah mulai sekarat. Deuh!!

In the middle of ngantri di imigrasi, tiba2 kita (saya dan 2 temen dari Indonesia yang baru kenalan) dapat pencerahan. Sesuai instruksi ga jelas dari petugas, akhirnya kita malah masuk ke kantor imigrasi. Isinya sih orang - orang yang harus transit lama dan perlu keluar imigrasi tapi butuh visa buat masuk Malaysia. Ada sekumpulan bule yang sebenarnya ga butuh visa tapi masuk ke ruangan ini juga. Sayangnya mereka minta ke petugasnya dengan nada yang ga sopan seperti memerintah. Akhirnya malah dibentak ama petugasnya. Kita pun akhirnya pasang tampang lugu dan memelas ke petugas. Ga banyak ngomong. Cuma bilang butuh keluar segera aja untuk mengetahui kejelasan nasib kita. Akhirnya paspor kita distamp! Ga perlu ikutan antrian yang panjang kita langsung melenggang geal geol ngelewatin petugas imigrasi. Yeayyyy!!!

Perjuangan belum berakhir. Setelah ngantri di bagian complaint handling nasib kita masih belum jelas. Petugas airline bilang ya udah makan dulu aja sambil ngasi voucher makan yang nilainya cuma bisa buat beli sandwich doang tanpa minum. Setelah ngasih voucher makan petugas ngasih kita voucher hotel. Well, actually the most important thing adalah gimana nasib penerbangan kita ke Kathmandu. Kata officernya besok datang lagi aja. Ikut penerbangan pagi. Tapi menurut kita ga ada jaminan kita bakalan kebagian penerbangan yang besok. Akhirnya kita kekeuh minta boarding pass buat penerbangan besok pagi. Buat ngamanin spot dipesawat. Selain itu kita juga kekeuh minta bagasi kita dikeluarin. Jaga - jaga aja kalau ternyata besok masih delay juga jadinya kita mau minta refund aja terus ganti penerbangan lain. Walau sebenarnya ga tau juga kalau mau ganti penerbangan masih ada apa engga kalau mepet begini book-nya. Akhirnya setelah ngotot sana sini kita dianterin buat masuk lagi ngambil bagasi kita tanpa harus ngelewatin pemeriksaan imigrasi. Hehehhe.. Once in a lifetime experience :) Kita ditemenin sama salah petugas maskapai yang ternyata Lambe Turah. Dia akhirnya cerita kenapa pesawatnya sampai delay bahkan delaynya sudah dari hari kemarin. Si petugas Lambe Turah cerita sambil cekikan sambil wanti - wanti kalau yang dia ceritain itu rahasia. Kita yang memang udah ga bisa dan ga niat marah (yah marah juga ga ngubah keadaan sik jadi ngapain ribet - ribet) akhirnya ikut nyengir - nyengir aja. Sayangnya nunggu tasnya dikeluarin luamaaaa banget. Lebih parahnya petugasnya bilang kalau bagasi kita dikeluarin maka kita ga bisa dapat boarding pass sekarang. Karena besok harus lewat prosedur check-in lagi buat masukin bagasi kita. Lah piyeee?? Karena udah ga kuat capeknya akhirnya kita nyerah. Kita balik ngantri lagi di area complaint handling minta di print boarding pass buat besok sambil berdoa semoga besok bener pesawatnya jalan. Udah kaya bus aja sik..

Akhirnya boarding pass ditangan. Kita pun ikut mobil jemputan buat ke hotel. Well, dengan asumsi bahwa hanya hotel lumayan doang yang punya mobil jemputan khusus buat customernya, kita sih ngarep hotelnya yang nyaman aman tenteram. Dan hotelnya memang okeh sih. Cuma sayangnya wifinya agak menyedihkan sih. Harus berdiri dekat pintu. Ya kalee nongkrong lama - lama deket pintu. Tapi lumayan lah setidaknya bisa ngabarin yang jemput di Kathmandu kalau peswatnya jadinya delay besok pagi. Akhirnya bisa mandi juga. Tapi semua perlengkapan ada di koper yang masuk bagasi. Jadi yah mandi sambil pura - pura lupa kalau bajunya masih bekas yang keringetan dari jakarta.



Well it's morning finally. Nyampe airport ternyata nasib belum jelas juga. Masih simpang siur kita bisa terbang apa tidak. Setelah ngantri lagi di area complaint handling kita dikasi kabar kalau kita bisa terbang tapi delay 1 jam dari jadwal seharusnya. Yah delay 1 jam mendadak ga berarti dibandingkan delay belasan jam yang sudah kita lalui. Tsaaahhh...

Tapi ga boleh suudzon memang. In the end delay-nya ternyata lebih lama lagi. Udah di dalam pesawat aja nunggu juga ga terbang - terbang -__- Akhirnya telat sekitar 3 jam juga dari jadwal awal. Well, at least I arrived in Nepal finally! Untung yang nunggu sabar walaupun saya yakin dia sudah berjamur dan sedikit berlumut. Mau naik Malindo lagi? Well, kayanya engga sih. Walaupun buat balik ya naik Malindo lagi karena memang udah terlanjur beli tiket pp. Dan waktu saya lagi nulis ini ada email masuk dari Malindo kalau penerbangan saya balik ke Jakarta diundur 45 menit. Berasa dejavu. Duhh.. knock the wood! Sisi positifnya saya bisa claim asuransi buat delay penerbangan yang belasan jam ini. Lumayan lah ada penghasilan tambahan buat nombokin ongkos pesawat ke Nepal. 


12.15.2016

PERJUANGAN UNTUK 42.2 DAN AURORA - NETHERLAND & NORWAY 2016

Seperti biasa, perjuangan buat nge-trip itu selalu dimulai jauh sebelum berangkat. Soal nabungnya mah ga usah dibahas yah. Agak – agak malas ngomongin duit. Hehhehe. Salah satu perjuangan yang paling berat itu yah buat dapat restu dari orang tua.


Belajar dari solo trip sebelumnya yang ga bisa sepenuhnya enjoy karena bete- betean soal ijin dari orang tua, this time I made a decision. Yang namanya ngerepin selalu dapat dukungan 100% dari semua orang untuk apa yang kita kerjakan itu sama kaya ngarepin balikan lagi ama mantan yang sekarang lagi sibuk ngurusin catering, foto buat prewed dan nyari gedung buat nikahan. Bisa aja siihh balikan, tapi once in a blue moon. Nah... akhirnya saya putusin, mau didukung 100% apa kaga, I decided to be happy, to the fullest!! Jadi untuk mengurangi the period of bete2an, saya baru minta ijin ke orang tua sekitar 5 hari sebelum berangkat. Seperti yang sudah bisa diduga, drama pun dimulai -___- My brother suggest me to tell mamak (my mom) that I go to Amsterdam to run a marathon. It sounds better, he said. But I prefer not to. Mamak ga pernah suka ngeliat saya lari. Terutama setelah tragedi jatuh pas latihan lari di GBK yang bikin lutut bonyok - bonyok dan layar hp hancur.  “Ntar jatuh tauuuu”, begitu katanya tiap lihat saya mau lari. So telling her that I go to Amsterdam to run a marathon sama aja kaya cari penyakit.

But it’s all about process.. Both of us learn about each other. I promise her (and my self), that I will behave during my trip. I don’t know what happened to her, suddenly she changed her mind. When I visited her on weekend 3 days before I left. Katanya: “Waktu kita lahir kita semua itu dikasih malaikat pelindung sama Tuhan. Jadi mamak percaya Ima ga akan pernah kesepian dan kesusahan. Selalu berdoa sama Tuhan dan panggil malaikat pelindungnya ya. Semoga bisa menikmati jalan – jalannya, pulang nanti cerita sama mamak pengalamannya”. Beneran saya terharu. Akhirnya saya bisa pergi ngetrip dengan (lebih) tenang. Fiuuhhh....

Well before I continue to the story of my trip, I warn you this is not a travel guide. You can read Lonely Planet if you need one ;p


BEFORE RUNNING THE MARATHON
Masih juga baru mau check in saya sudah disapa sama pria ramah berpomade dan berkacamata. Tsaahhh. Teman baru yang satu ini memang super ramah. Kayanya semua yang di pesawat sebisa mungkin disapa dan ditanya mau ngapain ke Belanda. Terus banyak ngasih tips soal tempat – tempat yang ok buat didatengin. Saya cerita kalau ke Belanda cuma mau lari terus sisanya ya kumaha engke. Hehhehhe... Nyampai di Schipol Airport waktu kita lagi antri imigrasi tiba – tiba denger ada yang ngomong kenceng di antrian belakang. Semacam: “Ini ga ada yang mau ikut amsterdam marathon yah?? Kok ga ketemu pelari – pelari yang lain sik?”

Si teman baru pun sontak teriak (iyah beneran teriak). “Ini mbaaaa..... Ini mau lari jugaaaakkk”, sambil nunjuk – nunjuk saya. Akhirnya kita pun jadi heboh keketawaan. Mendadak antrian imigrasi jadi berisik. Si Mba dan temannya ternyata ikutan yang HM (Half Marathon). Mamih - mamih hebring sih dua - duanya. Belakangan baru tau mba yang satu malah sudah punya 2 cucu. Sumpah belum keliatan tuir sama sekali. Padahal udah umur 45 tahun dan 50 tahun.  Waktu lagi ngantri bagasi, penumpang yang tadinya duduk disebelah saya akhirnya nyamperin kita. Nanya – nanya soal sim card dan transportasi di Belanda. Doi baru kali ini ke Belanda. Datang buat interview kerja di Booking.com (ituuuhhh web fav aku buat nyari penginapan). Akhirnya kita wefie sambil nunggu bagasi. Senang sekali ketemu orang – orang yang live their life to the fullest. Yang ga mau hidup berjalan standar - standar aja. You should fight for what you want, yess?

 
Madurodam
Saya nyampe di Amsterdam hari Kamis pagi. Jadwal race-nya itu Minggu pagi. Sumpah nunggu hari Minggu mulesnya ga kira – kira. I prepared for the marathon since January actually. Kecepetan sebenarnya. Hahhah.. My friend helped me to prepare the trainning plan. Sayangnya, efek pindah kantor baru lumayan ngaruh buat saya. Galaunya parah beudhh.. Saya juga mulai bingung nyari tempat dan waktu buat lari. Sempat maksain ke monas beberapa kali tapi kok kayanya terlalu boros waktunya. Lari pinggir jalan ngedumel asap. Akhirnya pindah – pindah Soemantri n GBK. Belum lagi efek galau bikin males ngikutin training plan. I ran almost every day (because I love it) but I didn’t obey my training plan. Iya kali namanya juga lagi galau masa nambah beban hidup pakai latihan interval, fartleks, dkknya. Jadi yah lari mah lari aja sejauh and secepat hati mampu aja. Halaaahhh... Toh masih lama ini. Gitu mikirnya.. Taunya ehhh.. tiba – tiba udah 2 bulan lagi aja sebelum race. Sayangnya entah kenapa badan mulai drop. Ga kuat lari kencang – kencang. Mungkin karena ga pernah pay attention to the nutrition. Mulai dah panik.

Selama di Amsterdam I keep telling my self, it’s all in my mind. Pasti sanggup. Ga kan keangkut sweeper lah. Yeahhh.. Tadinya sempat bikin target mau finish di 4 jam 59 menit. Pokonya ga nyampe 5 jam aja. Tapi ujung – ujungnya sangkin paniknya yang kepikiran “yang penting finish dan ga keangkut sweeper”. Well, ngefek banget ternyata target itu. Benar – benar ngaruhin semangat juang selama lari. Well, I need to manage my thought better next time.

Kinderdijk
Biar ga berasa amat galau n mulesnya nunggu hari minggu, I keep my self busy everyday. Jalan – jalan ke Madurodam, Kinderdijk, liat – liat expo (nyesal ga belanja sok hemat. Padahal kapan lagi T__T).  Demi marathon, saya bela – belain nginap di hotel!. Biar bisa terjamin nyaman istirahatnya. Padahal biasa juga nginap di dorm! Berasa banget sih biayanya. Yah demiii gak apa2 lah..

Waktu ambil BIB dan race pack, saya sempetin buat masuk ke dalam Olympic Stadium. Tempat start and finish marathon ntar hari minggu. I wonder, gimana rasanya ya ikut race (maklum pertama kali cuii), dikampung orang pula. Orang – orang dengan badannya yg tinggi – tinggi pasti langkahnya jauh2. It feels like the race will become a mental game for me. But I know it’s good for me. If I can fight it, it will definetly boost my confidence to the higher level. Yups, hard times will bring out the best in you. Tapi teteup ihh..saya mules bayangin hari minggu T___T

Olympic Stadium H-1
Akhirnya hari yang bikin mules datang juga. Udah ga bisa tidur dari malemnya. Bahagianya lari di autumn itu mulainya ga pagi – pagi buta. Baru mulai lari jam setengah 10 cyynnn. Jadi bisa sarapan pagi di jam yang proper. Waktu di kereta saya ga dapat tempat duduk. Jadinya berdiri di gerbong yang dekat pintu. Bareng 3 orang bule. Yang 2 orang mau lari juga. Cewek and cowok. Yang satu lagi orang tua merangkap pelatihnya yang cowok. Terus dimulai lah percakapan yang kalau diterjemahin ke bahasa Indonesia kurang lebih begini:

Co: targetnya selesai berapa jam? (nanya ke cewek bule). 3?  3.30?
Ce: ahh, saya hari ini mau menikmati race aja. Ga mau capek – capek. 4 will be fine lah (ya Tuhaaannn... ga mau capeknya dia 4 jam *nangis*. Kamu gimana (nanya ke cowok bule).
Co: Targetnya sih pingin PB (personal best). Semoga bisa 2 jam 45 menit.

Mendadak saya keselek dan kekurangan oksigen. Ya Tuhannnnn.... Target saya 6 jam aja udah syukuuurrr. Untung bib saya umpetin di balik jaket. Sambil buang pandangan ke arah pintu saya berdoa semoga mereka ga nanya saya. Kalau mereka nanya mau pura – pura ga bisa bahasa Inggris aja. Dan untung mereka cuma ngeliat aja tapi ga nanya. Fiuuhhh.....

Nyampe di Olympic Stadium saya langsung menuju group biru alias group yang target finishnya diatas 4 jam 30 menit. Sepi euuyyyy... ternyata ga banyak yang targetin finish diatas 4.30 T___T Wakktu lagi selfie2 ga jelas tiba – tiba ada yang nyamperin minta tolong difotoin. Ehhhh ternyata orang Indonesia juga. Ga lama kemudian ketemu 2 orang lagi orang Indonesia. Total akhirnya kita ber empat keketawaan karena targetnya ternyata sama. Yang penting finish ga keangkut sweeper. Sungguh, target yang sangat mulia!

Sayangnya kita akhirnya kepisah – pisah. Rame banget bookk!! Informasi dari panitia sih total ada 45.000 peserta. Janjian mau ketemu lagi di finish line ternyata udah ga bisa ketemu. Saya coba track mereka ternyata sinyal parah banget. Jadi benar – benar hilang dah.

Well, kalau menurut saya sih Amsterdam Marathon itu rapi banget. Tapi ga punya pembanding juga sih secara belum pernah ikut race selain race 17 agustusan di kantor lama dulu. Hehhehe. Tapi ambience nya benar – benar bikin semangat. Tracknya benar – benar steril. Rutenya mulai dari jalan raya, museum, taman, pinggir sungai, lengkap dah. Rasanya yang sudah tinggal bertahun – tahun di Amsterdam aja belum tentu udah ngelilingin rute lari saya hari itu. Ditambah lagi full music euy. Mulai dari live music, DJ, percussion sampai sambutan masyarakatnya juara banget!! Mereka neriakin nama saya mulu. Dan bacanya bener. Jarang – jarang nama saya dibaca bener. Hehhehehe... Anak kecilnya lucu – lucu. Dengan suara cempreng teriak – teriak “Go Ima Gooooo”. Kadang mereka bahasa Belanda. Ga tau deh artinya apaan. Moga – moga bukan ngeledekin saya. Hekekkeke. Yang jelas semua pada serius banget sih larinya. Kalau rada lelet jangan coba – coba larinya ditengah.  Bakalan ketabrak.

Waktu akhirnya nyampe olympic stadium lagi, duh terharu amat sangat. I start the  milestone to run a marathon for health reason. Untill now I still have some tumors in my breast. Some of them already more than 2cm in diameters. Last week I came to the doctor, she said it’s ok to postpone the surgery since in this last 12 month, the diamter is not significantly getting bigger. She suggested me to monitor the tumors closely and come again for USG at least 12 months from now. I agree. Surgery is the last option for me.

Ok, back to Amsterdam. Penderitaan ternyata belum selesai setibanya di garis finish. Waktu mau pulang ke hotel kok jalan ke train station jadi berasa jauuuuuhhh bangeeettt. Belum kudu naik tangga. Oh Gustiiiii. Semua yang abis lari jadi agak norak. Medalinya dipakai terus. Hehheheh. Jadi kereta isinya orang – orang berkostum lari plus medali masih ngegantung di leher masing – masing. Hehhehe norak – norak bangga gitu yah...

Nyampe hotel eehhh kok jadi mewek. Terharu aja rasanya bisa lari 42,2km di kampung orang. Sendirian bela – belain ke belahan bumi yang lain. Ingat perjuangan latihan selama ini. Ingat galau – galau mules sebelum lari. Akhirnya saya nangis di kamar hotel. Perpaduan nangis bahagia sambil nahan sakit di kaki sebenarnya. I thank HIM for the strenght and courage. Bersyukur dikasih keberanian buat ngelakuin semua ini. One day, I have a story to tell to my grandchild. Semacam: “nenek dulu pernah nekat kaya orang gila. Latihan buat marathon sendirian. Padahal ikut race aja belum pernah. Terus bela – belain lari di negeri orang. Sendirian juga. Demi pengalaman hidup yang gak biasa – biasa aja. Karena hidup ini udah berat. Kalau cuma diisi sama hal yang ‘normal – normal’ aja, rugi!” Yah semacam itu lah. Abis mau cerita apa lagi. Wong diluar urusan jalan – jalan mah hidup gini – gini doang.. (lah kok jadi minderan).

I didn’t have much time buat ngegalau that day. My next adventure will be started right on the next day. Sambil nahan sakit di kaki dan badan yang pegel – pegel, saya mulai packing. Carieer bag rencananya mau ditinggal di loker di airport. Sementara buat trip selanjutnya mau bawa koper super mini aja. Udah ga kuat manggul tas. My next adventure will be much more challenging. Karena saya cuma bisa pasrah n berdoa. My next trip is hunting Aurora :)


AFTER THE MARATHON AKA HUNTING AURORA
Jadi setelah browsing sana – sana, saya mutusin buat ngejar auora di Alta, Norway aja. Alasannya di sana langitnya cenderung lebih “bersih”. Jadi bisa lebih jelas liat aurora. Sayangnya di Alta itu nyaris ga ada apa – apa. Beda ama Tromso yang kotanya banyak shopping center. Tapi berhubung saya ga mampu eh ga niat buat belanja – belanja, akhirnya saya bulatin tekad buat ke Alta aja.

Alta
Buat mencapai Alta kudu terbang dulu ke Oslo ibukotanya Norwegia. Dari Oslo lanjut terbang lagi ke Alta. Waktu nyari tiket langsung khilaf pas nemu ada tiket 700rban perak dari Amsterdam ke Oslo buat hari Senin. Ga pakai liat jam langsung beli. Belakangan baru nyadar peswatnya jam 9 malam! Dah! Sempat ngegalau antara mau tidur di airport aja apa nginap di hotel. Karena besokannya jam 9 pagi udah cabs ke Alta lagi. Akhirnya mutusin buat nginap di hotel deket airport. Ga nemu airbnb ataupun hostel dekat airport. Berhubung nyampe Oslo sudah sekitar jam 12 malam agak serem juga kalau harus ke penginapan yang rada jauh.

Senin pagi sebelum check out dari hotel di Amsterdam saya kirim email ke hotel yang sudah saya book di oslo. Drama pun dimulai waktu saya terima balesan dari hotel. Katanya bookingan saya ga ada tuh. Lahh?? Kumaha ieu.. Setelah ditelusurin, ternyata saya “tanpa sengaja” udah ngebatalin bookingan di hotel ybs. Setelah diskusi panjang lebar lewat email, akhirnya saya bisa rebook kamar saya sebelumnya dengan harga yang sama. Fiuhh. Rencananya nunggu peswat jam 9 malam saya mau jalan – jalan ke Zandaam. Tapi karena ngelamun ga jelas akhirnya malah terdampar di Hoorn. Abis dari hoorn sebenarnya niat mau ke Red Light district. Penasaran aja sih kaya gimana bentuknya salah satu tempat prostitusi yang paling terkenal seantero jagat itu. Tapi dari yang saya baca – baca kalau cewek mending jangan jalan sendirin kesana. Karena masih ragu – ragu akhirnya cari tempat makan doang terus ngaso di erpot. Masih pegel euuyyy. Sisa – sisa lelah lari kemarin masih berasa. Hehehhehe.

Selama di Alta saya book penginapan dari airbnb. Well, ini sebenarnya pengalaman pertama pakai airbnb. Biasanya book dorm room di booking.com. Sayangnya di Alta ga ada hostel. Pilihannya hotel (yang lumayan mihil. Maklum lah scandinavian countries) atau airbnb. Alasan saya malas pakai airbnb karena saya malas interaksi dengan yang punya penginapan. Iyah sebagai mahluk yang punya prinsip: “teman adalah kerikil – kerikil dalam kehidupan” saya memang bukan tipikal yang enjoy dengan interaksi sosial kecuali memang ada keperluannya. Tapi penginapan yang terjangkau cuma airbnb. Yah terpaksa lah. Selain itu buat trip kali ini saya dah niatin. Saya mau keluar dari comfort zone. Saya mau mencoba sesuatu yang ga biasa saya lakukan. Termasuk beramah tamah dengan mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Saya book penginapan buat 2 hari. Pede banget 2 hari langsung ketemu aurora. Abis bingung ntar klo book kelamaan ternyata langsung nemu aurora, rugi dong bandar. Jadi ya udah gambling 2 hari dulu aja.

Sebelum take off menuju Alta di Selasa pagi, saya cek aurora prediction buat Selasa malam di Alta. Strong! Hihihiii.. Sangkin semangatnya 5 menit kemudian saya cek lagi. Ehhh.. kok jadi “try” doang. 10 menit kemudian saya cek lagi. Balik ke “strong”. Baru ngeh. Ternyata aurora ga bisa dipastiin. Sebentar bisa aja strong terus tiba – tiba jadi weak. Jadi ya udah banyak – banyak berdoa aja.

Nyampai di Alta, I felt butterfly in my stomach. Sangkin excitednya. Nyampe ke utara Norway euyyy. Berasa di negeri antah berantah. Airportnya Alta sepiiii banget. Alta walaupun memang terkenal dengan auroranya, tapi biasanya turis lebih milih ke tempat yang mainstream. Kata host airbnb saya dari airport ke penginapan ada bus sebenarnya. Tapi udah nunggu hampir setengah jam bus blm dtg juga. Pdhal dijadwalnya harusnya udah datang. Mau numpang tanya ke petugas, eh petugasnya ga ada. Jam makan siang airportnya “tutup” euy. Hahhahahha. Ga ada petugas sama sekali. Bahkan di counter check in ga ada petugasnya. Hahhahaha. Benar – benar kota kecil menuju kutub utara.
 
Alta Airport
Akhirnya saya milih naik taksi. Nyampe di alamat yang dituju ternyata penginapan saya itu di asrama mahasiswa. Dekat Universitas Alta. Jadi saya stay disalah satu kamar. Yang nyewain juga mahasiswa. Lagi kuliah ngambil jurusan “tourism”. Jadi sejalan sekali ilmu kuliahnya dengan aktivitas hidupnya yang nyewain penginapan buat turis. Hehehhe. Si host mah ga banyak ngomong ternyata. Dia cuma jelasin aturan di penginapan plus mempersilahkan saya buat makan semua makanan yang ada di kulkas. Tapi kudu masak sendiri. Sayangnya belakangan baru nyadar saya ga tau cara makai kompornya. Kekekkek... Mau nanya kok rempong yah nelpon doi cuma buat nanya cara makai kompor. Akhirnya saya abaikan kesempatan buat makan ikan salmon gede – gede secara gratis. Sedihnya :( Si host sendiri selama saya nginap di kamarnya ga tau jadinya tinggal dimana. Dia cuma bilang kalau dia stay di tempat yang sekitar 15menit jalan dari asrama. Jadi kalau ada apa – apa yang penting telpon aja. Kamarnya sih menurut saya nyaman bangettt. Selimutnya kaya tipis tapi hangat. Heater sudah dinyalain sebelum saya datang. Jadi kamar juga sudah hangat. Kamar mandinya sharing berdua ama kamar sebelah. Kalau dapur sharing rame – rame dengan semua yang 1 blok di lantai yang sama.

Malam itu saya udah book tour dengan provider tour lokal. Namanya glode explorer. Hasil browsing – browsing mereka yang paling oke buat di Alta. Host saya juga ngomong begitu. Maklum, kapok pengalaman ga enak waktu ikut local tour di Iceland 2 tahun lalu, sekarang jadi picky eike anaknya. Janjian ama tournya saya akan di jemput di salah satu hotel yang ga jauh dari penginapan saya. Sorenya saya sempetin cari tau dulu dimana hotelnya. Ternyata deket banget dari penginapan. By the way, Alta itu dingin gilak. Saya cek di hp suhunya 3 derajat but feels like 1 ceunah. Belum anginnya ampuunnn banget. Sebagai mahluk tropis ciptaan Tuhan, saya pun langsung mimisan.

Deg – degan sebenarnya nunggu hunting ntar malam. Kalau malam ini ga ketemu aurora berarti saya harus hunting lagi besok. Keluar 2,5jt lagi deh. Kata host airbnb saya sebenarnya bisa jalan sekitar 30 menit dari penginapan ke spot yang agak lumayan buat lihat aurora. Tapi bayangin malam – malam harus jalan kaki di daerah yang ga dikenal terus nongkrong berjam – jam nunggu auora sendirian dengan suhu yang sudah mencapai minus, kok agak – agak gimana yah... Jadi saya terus berdoa, semoga rejeki saya baik malam ini. Bisa langsung ketemu lady aurora.

Malamnya saya sudah ready nunggu ditempat janjian sama local tournya. Jadi local tournya ini bakal ngegabungin beberapa tamu. Tapi mereka janji ga kan lebih dari 8 orang. Wah saya mah bebas aja lah yang penting nemu neng aurora. Waktu lagi nunggu saya disamperin 3 orang. Ternyata mereka yang mau jemput saya. Terus saya diinfo, kalau saya satu – satunya tamu malam itu. Weewww... Mereka ga batalin lohhh. Benar – benar professional. Jadi malam itu saya ditemenin 2 orang guide plus 1 orang fotografer. Bhwuahhahahha jadi serasa book private tour. Dari tempat jemputan saya dibawa ke HQ nya mereka dulu. Dikasih makan malam ringan plus dijelasin tentang aurora. Saya juga dipinjemin jaket and sepatu. Karena yang saya bawa katanya ga kan cukup. Aje gileee. Padahal saya udah pakai baju thermal, plus kaos lengan panjang, plus jaket polar plus jaket tebal buat musim gugur. Tetap katanya kurang. Errrr...

Hunting pun dimulai. Awalnya saya dibawa menuju “tempat biasa” kalau mereka bawa turis. Tapi si fotografer tiba – tiba ngajakin ke tempat lain. Katanya tempat rahasia keluarga mereka. Jadi bokapnya si fotografer memang fotografer terkenal di Alta. Semacam Darwis Triadi-nya Alta kali yah. Hihhiiii. Akhirnya dia ngarahin kita ke tempat lain. Memang keren tempatnya karena ada danaunya.

Hunting pun dimulai. Kita pasang kamera masing – masing. Si guide juga bikin api unggun karena dinginnya ga nyantai. Mereka juga bawain cokelat hangat dan roti buat saya. Hunting aurora memang ga gampang. Harus sabar. Beberapa kali auroranya muncul, tapi lemah. Jadi kaya garis – garis putih aja di langit. Jari – jari saya mulai beku. Terakhir saya cek ke guidenya, suhu sudah minus 6. Makin lama makin dingin. Kayanya nyampe minus 10 deh. Jari tangan dan kaki mulai berasa sakit sangkin dinginnya. Padahal sudah pakai sarung tangan. Ga kuat akhirnya saya diem aja di depan api unggun. Kamera saya connect ke hp. Jadi mencet shutternya dari dekat api unggun aja.

Suddenly the lady aurora came clearly. Kuat banget. Terus bergerak kaya nari – nari gitu. Saya berasa dikelilingi Aurora. Malah kaya mau “ditarik” rasanya. Saya speechless. Ternyata bukan saya doang. Team dari glode explorer pun tetap dibuat bengong. Padahal kan mereka udah sering lihat. Setelah agak sadar baru saya bisa ngomong: “oh my God... oh my God..” Gitu aja berulang – ulang. Setelah nari – nari selama beberapa waktu, aurora nya melemah lagi. Tapi kemudian datang lagi beberapa kali. Saya cuma bisa berucap dalam hati; “sujud syukur yah Gustiiii. Terima kasih sekali. Hari ini salah satu mimpi saya terkabul”

Balik ke penginapan sudah dini hari. Saya masih termenung – menung di tempat tidur. Dari dulu saya pingin banget lihat aurora. Tapi selalu saya urungkan. Menurut saya dimana letak serunya lihat begituan sendirian. Ternyata Tuhan/ alam semesta mengingatkan saya. Kalau mau bahagia dan dapat pengalaman yang berharga, yang  paling dibutuhin ya diri sendiri. Bukan orang lain! Jangan bergantung ke orang lain yang malah bikin diri jadi kehambat. Engga semua hal harus nunggu orang lain. Jadi saya bersyukur sekali malam itu. Bersyukur di malam pertama saya di Alta langsung ketemu aurora. Bersyukur dikasih nyali untuk akhirnya berangkat sendiri. Kalau mau nunggu – nunggu teman, mungkin sampe lebaran kuda saya belum tentu bisa lihat aurora. Ehh.. ;p

Paginya waktu bangun saya cek cuaca di hp. Minus 1 cuiii. But feels like min 3 ceunah. Saya langsung cek hidung. Mimisan lagiiiiiii.... hari itu jadwalnya menentukan perjalanan berikutnya. Setelah difikir – fikir saya putusin hari Kamis buat balik ke Amsterdam. Mission accomplished! Saya mau nyante – nyante aja di Amsterdam nunggu jadwal balik ke jakarta hari Senin depan. PR pertama itu nyari pesawat buat balik. Mau transaksi di internet baru nyadar no indo saya ga bisa dipakai selama di europe. Ga tau kenapa. Padahal klo transaksi di internet kan nanti kirim kode ke hp. Akhirnya contact teman yang di jakarta buat bantu pesenin tiket. Tiket amaaannn...

Berikutnya penginapan. Saya udah book dorm room buat malam terkahir di Amsterdam sebelum balik ke Jakarta. Mesennya udah lama banget. Tapi buat besok sampe beberapa hari selanjutnya belum book sama sekali. Hostel even yang doorm udah mahal bangetttt. Harga udah dikisaran 1 juta! Mau pesen airbnb adanya ya yang di luar kota. Bukan di Amsterdam banget. Padahal besok saya nyampenya udah hampir tengah malam. Rempong kalau jauh – jauh dari train station. Akhirnya dengan sangat terpaksa buat besok satu malam aja saya pesen hostel deket statiun yang ratingnya benar – benar ala kadarnya. Dorm-nya mix pula. Sebelumnya pernah sih nginap di mixed dorm waktu di Copenhagen. Waktu itu sih cowonya bersih – bersih dan gak berisik. Tipikal traveler di Scandinavian countries. Semoga yang traveling di netherland juga gitu deh (tapi dalam hati ga yakin bgt sebenarnya). Buat 2 hari berikutnya saya nemu airbnb yang lumayan terjangkau dan terlihat nyaman. Bukan di Amsterdam tapi beda kota. Gpp. Hitung jalan – jalan. Dan sisa hari itu di Alta saya habiskan dengan muter – muter sekitar penginapan. Ga kuat lama – lama juga sih diluar. Dinginnya gilaaaakkk. Masih fall aja udah begini. Ga kebayang winter T__T

Kamis siang saya ketemu host airbnb saya. Pamit sekalian ngasi kunci kamar. Dia cerita kalau saya itu beruntung banget. Pernah ada tamu dia yang nginap sampai 8 hari. Tapi ga ketemu aurora juga. Wiihh.... Buat perjalanan balik ke Amsterdam saya rutenya agak muter – muter. Waktu itu tiket pesawat yang paling murah naik maskapai SAS. Jadi rutenya dari Alta ke Oslo, Oslo ke Copenhagen, terus dari Copenhagen baru ke Amsterdam. Hal yang menyenangkan dari jalan – jalan sendirian itu saya punya waktu untuk bisa memperhatikan sekitar. Beda kalau jalan ama teman pasti sibuk ngobrol dan keketawaan. Dan saya suka waktu bisa memperhatikan sekitar saya. Kaya waktu transit di Copenhagen. Saya ketemu ibu – ibu bareng 3 anaknya yang masih kecil – kecil. Salah satu anaknya yang kayanya masih sekitar umur 5 tahun ga sengaja jatuhin makanan ke lantai. Sama si anak kecil makanan yang jatuh langsung dipungutin terus dibuang ke tong sampah. Terus dia minta tissue ke ibunya. Dia lap dah tuh lantai pakai tissue dari ibunya. Anak kecil euyy... Kalau yang biasa saya lihat mah yang bersihin pasti ibunya (kalau dibersihin. Kadang dicuekin) atau mba or baby sitternya kali yang bersihin. Hehehheh.. One day, KALAU saya punya anak, semoga bisa mendidik mereka kaya begitu juga. Amiiinnn....

Nyampe Amsterdam sudah sekitar jam 11 malam. No idea persisnya penginapan saya dimana. Kalau lihat digoogle maps sih tinggal lurus aja dari Amsterdam Centraal (stasiun kereta). Tapi saya bingung, udah bolak balik beberapa kali tetap aja ga nemu penginapannya. Padahal notifikasi di maps nunjukin kalau saya sudah didepan hostelnya. Tapi saya ga nemu penginapan apa – apa. Cuma ada restaurant aja. Sudah sekitar setengah 12 malam. Untung jalanan masih rame. Tapi geret koper bolak balik di tengah malam terus dinginnya ga kira – kira benar – benar cobaan sih.  

Saya sampai numpang tanya sana – sini. Tapi semua juga pada bingung itu hostel dimana. Akhirnya waktu saya sudah hampir menyerah dan mau cari penginapan lain aja, tiba – tiba saya ada lihat restaurant yang dipintunya ada kertas kecil ditempel bertuliskan nama hostel saya. Ya owloooooohhhhhhhhh. Ternyata jalan masuknya lewat restaurant itu. Kondisi hostelnya mah, duhh... I can say the worst hostel I ever stayed. Waktu masuk ke kamarnya lagi ga ada siapa – siapa. Tapi sebenarnya lebih cocok disebut barak dari pada kamar. Si resepsionis bilang ke saya kalau kamar saya isinya ada 5 cowok plus ceweknya saya sendiri. Berantakannya ya Tuhaaannn parah. Jorok. Bauuu. Untung kamar mandinya masih lumayan bersih. Ga ada colokan buat ngecharge hp di dekat tempat tidur. Cuma 1 doang di dekat pintu. Yang bener ajeee gw ninggalin hp buat dicharge di deket pintu. Saya langsung cepat2 ganti baju terus tarik selimut. Udah ogah mandi. Pingin cepat – cepat pagi. Cobaan terbesar akhirnya datang pas itu gerombolan cowok pada balik. Saya ga tau mereka dari negara mana. Bahasanya ga kenal. Saya juga ngadep tembok jadi sama sekali ga lihat wajah – wajahnya mereka. Berisiknya ampuuunnn dah. Mereka ngobrolnya kenceng  bangeetttt. Ngobrol terus ada kali sampai jam 3 pagi. Mau saya omelin suruh diem kok takut saya malah digebukin. Hostelnya bukan tipikal hostel tertib aturan memang. Saya aja yang salah pesan. Dan entah kenapa saya sedikit takut malam itu. Hahahahha. Mungkin karena berasa asing. Buat pertama kali saya tidur sambil tangan cengkram baju terus tangan taruh di dada.  Emang mau diapaiiiinnnn????? Hahahhahah

Paginya saya langsung buru – buru mandi n cabs. Si resepsionis nanya apa saya baik – baik aja. Dia bilang kalau tadi malam pas itu cowok – cowok balik ke penginapan dia sudah ingetin. Jangan sampai mereka macam – macam dan jangan sampai ada datang komplein dari saya. Saya bilang kalau mereka sebenarnya baik – baik. Cuma berisik aja sampai pagi. Huffff saya titip tas terus jalan – jalan hepi seharian di Amsterdam. I got new experience. Besok – besok kalau harus nginap di hostel ala kadarnya lagi pasti udah lebih berani dari sekarang. Hehheheh... What doesn’t kill you makes you stronger, huh?!!

Alkmaar
Malamnya saya pindah penginapan. Saya book via airbnb di kota yang jaraknya sekitar 1 jam naik kereta dari Amsterdam. Host saya couple gitu. Ga tau deh suami istri apa kaga. Tinggal bareng kan ga jaminan udah nikah kalau disana. Hehheheh. Host saya bilang ntar kalau dah naik kereta dari Amsterdam kabarin aja. Nanti dia jemput ke train station terus bareng –  ke rumah. Kind of interaction yang saya pingin hindarin sebenarnya. Karena saya malas basa – basi n berhutang budi. Tapi saya kan udah janji ama diri sendiri kalau mau keluar dari comfort zone. Jadi saya mau coba nikmatin aja terima bantuan dari orang lain. Kalau dari yang saya baca di house rules yang mereka taruh si web sih, host saya kali ini super duper rapi dan bersih. Jadi masuk rumah ga boleh pakai sepatu. Silahkan sepatunya saya bawa ke kamar diatas, jangan ditaruh bareng sepatu – sepatu mereka di bawah. Terus kamar mandi harus tetap dijaga kering temboknya. Jadi abis mandi jangan lupa dikeringin. Yah begitu lah.

Host saya super duper ramah ternyata. Tapi istrinya (anggap aja suami istri) agak pendiam sih. Tapi tetap ramah and sweet. Yang bikin saya bingung kamar saya ga ada kuncinya. Waduh agak – agak gimana juga sih. Privacy maaannn. Jadi inget pas hari ke 2 nginap disana pagi – pagi bangun saya cepet – cepet ke kamar mandi. Eh ternyata si host (yang suami) lagi sikat gigi di kamar mandi. Udah siap – siap mo mandi jadi cuma pakai underwear doang. Pintunya ga dikonci. Jiaaaahhhh... Ga salah guweh doonngg. Yawda cuma say sorry terus pintunya eikeh tutup lagi. Dia juga nyante aja sik. Hah! Dasar Londo.

Kalau ditempat baru saya terbiasa tidur nyalain lampu. Jadi malam pertama nginap disini saya biarin lampu nyala. Eh malam – malam saya kebangun ada yang buka pintu. Terus lampunya dimatiin. What the..... terus saya bangun, lampu saya nyalain lagi. Eh ga lama ada yang masuk lagi matiin lampu. Owh mi Gooodd... Btw, heaternya juga ga nyala sih. Jadi saya benar – benar ngandelin selimut yang hangat. Belakangan saya baru tau. Mereka ternyata pendukung aliran hidup “hemat energi”. Yah beda tipis ama super hemat siihh. Abang saya dulu pernah cerita kalau orang – orang Belanda itu terkenal paling hemat dari semua bangsa Eropa. Wehehheheh...

Host saya ini juga super duper bersih. Habis mandi saya selalu bersihin lagi dinding kamar mandi n pasti keringin. Tapi tetep abis saya mandi saya dengar mereka masuk lagi terus dibersihin lagi kamar mandinya. Hahhahahah... However, mereka noted saya bersih kok. Sampai ditulis di web airbnb nya kalau saya super duper sweet dan super duper clean. Eaaaa... :D

Despite all of those conditions, host saya sebenarnya baik banget. Saya dianterin ke Alkmaar karena kebetulan pas saya cabs dari rumah mereka juga lagi mau jalan. Pas mau balik ke Amsterdam saya juga dianterin lagi ke stasiun kereta. Kebetulan si istri mau berkunjung ke rumah sakit buat jenguk kakaknya yang lagi perawatan karena sakit cancer. Duh I only can say sorry when I heard her story. But she said: “it’s ok. That’s life”. Iya memang. That’s life... Ga peduli di belahan bumi mana, we all have our own burden. Yang kadang satu – satunya penghiburan yang bisa kita bilang ke diri kita ya itu doang.. it’s ok..that’s life...

Malam terakhir sebelum balik jakarta saya pindah ke hostel di city center. Jangan tanya sedihnya. Sedih bangettt. Buat menghibur diri akhirnya saya pergi ke Red Light District (RLD). Lahh?? Hari itu saya sampai 2 kali ke RLD. Jrengjengggg... Pertama siang – siang. Terus malamnya. Soalnya agak parno. Cari aman ya udah jalan siang aja dulu. Ternyata aman bangeetttt. Emang bisa ada apa yah? Hehehhe. Jadi akhirnya malam balik lagi karena pingin kalau malam RLD kaya apa. Anak kecil aja banyak yang seliweran disana. Tapi ya kudu ama orang tuanya. RLD bukan cuma area prostitusi tapi juga center-nya kalau mau nge-fly. Gampang banget nyari ganja disini. Ngelewatin cafe – cafe yang kecium yah bau itu. Eh.. ga tau ding itu sebenarnya aromaterapi pewangi ruangan atau memang ganja. *cupuuu :D Ga ngerti juga. Pokoknya tiap ngelewatin cafe atau toko yang ada jual ganja ya kecium aroma – aroma gitu. Di RLD ga boleh ambil foto. Tapi saya sempat berkunjung ke salah satu gereja tua yang ada di disebelah RLD. Nah dari salah satu ruangan di gereja itu akhirnya saya diem – diem motoin mba – mba yang lagi siap – siap di salah satu kamar. Hihhiii... Tempat prostitusi sebelahan ama Gereja. Ga tau juga sih gereja nya memang masih ngadain ibadah apa kaga.

Akhirnya nyampe di hari Senin lagi. Saatnya pulang -___- I took a direct flight from Amsterdam to Jakarta. Perjalanan paling lama yang pernah saya tempuh. I had a lot of time to think that day. Tantangan setiap habis ngetrip itu ya gimana pelajaran dan inspirasi yang didapat selama jalan – jalan bisa diaplikasiin  ntar di kehidupan sehari – hari. Since the real adventure is our daily routine. Not when we are on vacation.

View from the train
Waktu mau berangkat saya sempat kepikiran, kayanya ini bakal jadi acara jalan – jalan jauh terakhir deh buat bertahun - tahuuun kedapan. Ga kan lagi jalan – jalan sejauh ini dengan kenekatan seperti ini lagi. My focus will be different after this. Ternyata saya salah. Setelah balik ke Jakarta I have a firm decision. I wanna do this again. And will never stop. I will compromize but will never stop. I’ll find a way to make it come true. Mungkin ga kan dalam waktu dekat. Tapi yang jelas saya akan segera mengusahakan kembali untuk itu. And IF, one day, I have more responsibility, IF one day I build my own family, I wanna still do this. With my family or alone :)

Dari trip kali ini saya belajar banyak! Sampai lupa sangkin banyaknya. Hehehhe. Yang pasti I learn about living outside the comfort zone,  being brave, and having trust on myself. And the most important, being happy no matter how difficult the situation. Semoga ilmunya ga hilang dihajar kerasnya hidup sehari – hari di ibu kota. Amiinnnn...!!